Ini bukan rekayasa atau fiktif belaka. Ini cerita atau fenomena yang didapat dari berbagai pengalamanyang telah terlewatkan.
Berawal dari sebuah pemikiran “Apakah aku seorang muslimah sejati?”. Lalu untuk mendapatkan jawaban atas pertanyan ku, aku bingung harus melihat dari segi apa.
Kriteria apa saja yang menjadikan seorang wnita disebut Muslimah Sejati? Aku tidak berlarut-larut untuk memikirkan hal tersebut, karena akupun tidak terlalu berharap menyandang sebutan Muslimah Sejati. Namun yang aku tegaskan pada diriku bahwa aku seorang muslimah, tdak memakai embel-embel SEJATI. Karena ketika akumendengar kata “Muslimah Sejti” yang ada di fikiranku adalah sosok wanita berkerudung yang panjangnya tidak kurang dari atas pusar bahkan ada beberapa yang memakai cadar, selalu menggunakan gamis atau rok, sangat anti dengan kata “pacaran”, waktunya dihabiskan untuk menghadiri Ta’lim, sangat anti bila bersentuhan dengan laki-laki yang bukan muhrimnya, walaupun sekedar berjabat tangan yang tentunya tidak menimbulkan perasan apa-apa, tapi ada 1 hal yang tidak aku suka dari kebanyakan mereka, yaitu mereka sering merasa menjadi manusia yang paling benar, baik dari sifat, perbuatan, ataupun perkatannya. Tapi ingat,, tidak semua begitu. Kebanyakan orang bilang itu adalah sifat buruk mereka, namun aku tidak mengkatagorikan hal itu sebagai sifat buruk, bagiku itu adalah kekurangan mereka, ya,, hanya sebuah kekurangan.. rasanya tidak adil jika aku mengkatagorikannya sebagai sifat buruk.
Ya seperti itu gambaranku mengenai Muslimah Sejati, dan aku bukan salah satu dari mereka. Eits... tapi bukan berarti aku berbeda 180 derajat dari gambaran mereka. Contohnya dalm hal berpakaian, ya,, aku jarang sekali memakai gamis atau rok, hanya kadang tuntutan kuliah saja aku memakainya, aku lebih nyaman memakai Jeans, tapi aku paling tidak suka memakai pakaian yang ukuran panjangnya pendek atau terlalu ketat. Masalah kerudung, ya aku memang bukan seorang jilbaber atau pengguna cadar, tapi aku tidak suka dan sebisa mungkin tidak pernah memakai kerudung yang panjangnya di atas dada, kerudungku selalu menutupi dadaku. Masalah pacaran, eehmm,,, aku bukanlah seorang yang mengkoar-koarkan anti pacaran, tapi sampai sekarang memang aku belum merasakan yang disebut banyak orang dinamakan “pacaran” atau sekedar mempunyai pacar. Yah mungkin banyak komentar yang beragam mengenai hal ini.
Bersentuhan dengan laki-laki itu hal yang paling aku tidak suka, kalau sekedar berjabat tangan aku tak pernah mempermasalahkannya, kenapa tidak? Toh tidak akan menimbulkan rasa apa-apa. Tapi aku paling tidak suka dengan laki-laki yang menurut mereka bercanda sambil menepuk-neouk bahu atau memegang lengan. Risih sekali rasanya. Aku sering marah jika teman laki-laki ku seperti itu, sekalipun dekat denganku. Terserah mereka mau berkata aku ini apa. Yang penting aku tetap memegang prinsipku untuk tidak pernah disentuh oleh laki-laki selain suamiku kelak.
Jujur aku senang berteman dengan laki-laki, karena memang lelaki itu lebih asyik jika diajak berbicara atau bercerita (pendengar yang baik) karena memang dalam Mata Kuliahku pun yang aku pelajari semester lalu, yaitu Menyimak. Ada faktor-faktor keberhasilah Menyimak. Menurut pendapat Hunt, Webb, & Logan, salah satu aspeknya adalh Jenis kelamin.
Saya akn menguraikan perbedaan gaya menyimak antar laki-laki dan perempuan:
Laki-laki 1. Subjektif
1. Aktif
2. Keras hati
3. Analisis
4. Rasional
5. Tidak mau mundur/ keras kpala
6. Netral
7. Intrusif
8. Berdikari/ mandiri
9. Swasembada
10. Menguasai emosi
Perempuan
1. Subjektif
2. Pasif
3. Simpatik
4. Difusif
5. Sensitif
6. Mudah terpengaruh
7. Cenderung memihak
8. Mudah mengalah
9. Reseptif
10. Bergantung
11. Emosional.
Lho knapa jadi belajar Menyimak..??
Ya,, saya hanya menguraikan mengapa laki-laki lebih asyik diajak bercerita atau sharing. Itu sifat2 yang dimiliki laki-laki ketika sedang mendengarkan cerita.
Tapi bukan berarti saya tak pernh bercerita dengan seorang perempuan,, perempuanpun kadang lebih faham apa yg sedang sayarasakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar