Selasa, 27 Juli 2010

what must i do..??

ketika seorang wanita mencintai seorang pria...
apa yang ia mesti lakukan...???
apa perlu ia bilang: "hai,, aku suka sama kamu"..
tidak..!!
kenapa??
karena seorang wanita tetaplah wanita,, dy tak punya hak untuk menyatakan cinta kepada lawan jenisnya..
kalau saja ada wanita yang seperti itu..
mungkin tidak sedikit yang menganggap dy negatif..
dan saya tidak mau menjadi salah satu dari mereka...

lalu bagaimana...??
dengarkan cerita saya...
ketika saya mencintai seorang pria..
hati saya sangat menderita..
kenapa??
karena saya harus memendam perasaan saya dan tak tahu sampai kapan rasa ini saya pendam...
knpa??
karena saya hanya bisa memendamnya, saya sudah katakan.. saya tidak mau mnjadi wanita yang dpandang negatif oleh siapapun.. apalagi hanya karena cinta..
tapi sebenarnya saya tersiksa..!!
hati saya lelah,, saya seperti menantikan datangnya hujan salju yang bisa menyejukkan hati saya...
saya bingung,,
saya menunggu kepastian cinta saya..tapi bagaimana saya bisa mendapatkan kepastian dari cinta saya..
kalo saya tidak bisa mengungkapkannya..
jadi slama ini apa yang saya tungguu??
saya hanya akan mendapatkan kepastian apakah pria itu mencintai saya atau tidak, kalau saya bisa bilang kpadanya tentang perasaan saya..
tapi saya tidak bisa....!!!

kalau saya tau dia tak mencintai saya,, bahkan mungkin dy merasa terganggu dengan perasaan saya.. saya pasti perlahan akan melupakannya dan tak pernah berharap...

tapi saya mendapatkan pelajaran yang sangat berharga dengan mencintainya:
dengan mencintainya,, kesabaran saya sangat dilatih.. saya sabar menunggu sesuatu yang tak pantas ditunggu.. saya tetap setia pada perasaan saya.. walau saya tak pernah tau kapan waktu untuk menunggu saya habis... saya sabar memendam rindu ketika saya sangat merindukannya.. saya sangat sabar ketika saya harus rela menangis karena saya lelah dengan perasaan saya.. saya terlampau sabar ketika hati saya sedang mempermainkan pikiran saya untuk selalu memikirkannya,, saya terlalu sabar untuk menyimpan perasaan saya yang sangat dalam kepadanya..
laluu..
saya belajar ilmu ikhlas yang mungkin susah untuk dipelajari..
saya ikhlas ketika saya harus mengetahui tanda2 darinya yang mungkin tak menyukai saya,, saya harus ikhlas kalo saya mungkin dianggapnya tak lebih dari sekedar teman,, saya harus ikhlas ketika saya harus merelakan perasaan saya perlahan harus saya hilangkan... dan yang terpenting,, suatu saat saya harus ikhlas, ketika Allah menjodohkannya dengan orang lain...

saya tak tahu sampai kapan saya akan memendam perasaan ini,, saya tak ernah sedikitpun untuk melupakan cinta saya, karena saya tak akan pernah rela cinta saya berakhir.. tapi saya harus ikhlas ketika apa yang saya harapkan tak sesuai dengan kehendak-NYA..

saya tak tahu smapai kapan akan terus menangis ketika perasaan saya memaksa airmata saya untuk keluar..

tapi kadang,, saya sering berputus asa. ketika saya sedang mengaca pada cermin di dinding saya...
saya melihat sosok saya..
hay...!! siapa saya,, yang sangat berharap mendapatkan cintanya...
saya hanya wanita biasa yang mungkin jauh dari kata cantik..
saya terus membandingkan saya dengan wanita2 cantik...
seringkali saya iri pada wanita2 yang dibilang cantik oleh kaum pria..
dan memang ada satu wanita maa lalunya yang membuat saya semakin rendah di hadapannya..
saya iri,, saya iri,,
saya tak memiliki kulit putih sepertinya,, kulit saya coklat, tak enak dilihat,, saya tak mempunyai hidung mancung sepertinya,, hidung saya alakadarnya,, saya tak puya mata indah seperti matanya,, saya tak punya alis yang bagus seprti alisnya,, saya tak punya bibir indah seperti bibirnya... dan saya tak punya harta yang berlimpah sepertinya..

tapi rasanya saya sangat berdosa ketika perasaan iri saya datang..
saya takut menjadi manusia yang Kufur ..
saya tak mau....
saya tau adzab Allah sangat pedih untuk orang2 yang Kufur...

lalu saya harus berbuat apa...???
mungkin sampai saat dy menemukan jdohnya,,dia tak akan pernah tahu apa yang saya rasakan....

Senin, 28 Juni 2010

Tugas Mata Kuliah Menulis

NAMA : Eti Maryati
NIM : 108013000040
KELAS/ JURUSAN : 4B/ PBSI


1. Buatlah satu paragraf narasi ekspositoris dan satu paragraf narasi sugestif. Jelaskan perbedaan keduanya berdasarkan contoh yang Anda buat.
Jawab:
Contoh paragraf narasi ekspositoris.

Kejadiaannya begitu cepat. Aku pulang sekolah pukul 12:00 siang. Pukul 12:15, aku memakirkan motorku di halaman sekolah, lalu aku berlari ke tempat fotokopi. Pukul 12:20 selesailah KTP-ku difotokopi. Pukul 12:22 aku sudah kembali ke tempat parkir motor. Dan, motorku sudah lenyap! Hanya kutinggalkan tujuh menit saja.

Contoh paragraf narasi sugestif.

Sehabis menimang buah hatinya, Ibu menggelar tikar di halaman pinggiran rumah yang sempit itu, kemudian merebahkan badannya tanpa bantal dan selimut, menengadah ke langit. Di langit, bulan yang masih jauh dari purnama itu seperti sabit yang kehilangan tangkainya. Dia berjalan melawan gumpalan-gumpalan awan. Siapa yang berjalan, pikirnya. Bulan atau awan? Tiba-tiba angin sejuk mendesir dan hawa yang sejak siang agak gerah menekan jadi lumayan enaknya. Ibu menguap, dan ia pun terlelap.
Terlihat jelas perbedaan dari kedua paragraf di atas. Paragraf narasi ekspositoris berisikan rangkaian perbuatan yang disampaikan secara informatif sehingga pembaca dapat mengetahui peristiwa tersebut secara tepat. Contoh paragraf narasi ekspositoris di atas disusun berdasarkan rangkaian perbuatan dan urutan waktunya, bahasanya pun lebih condong menggunakan bahasa informatif dengan titik berat pada penggunaan kata-kata denotatif. Sedangkan, narasi sugestif adalah suatu rangkaian peristiwa yang disusun sedemikian rupa sehingga dapat merangsang daya khayal pembaca mengenai peristiwa tersebut. Pada contoh paragraf narasi sugestif di atas, narasi tersebut adalah narasi sugestif yang sangat subjektif dan menggambarkan perasaan tokohnya. Bahasanya pun lebih condong menggunakan bahasa figuratif.
Agar lebih mudah membedakan narasi ekspositoris dan narasi sugestif, saya menuliskan perbedaan keduanya berdasarkan ciri-cirinya.
• Narasi ekspositoris memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. memperluas pengetahuan;
b. menyampaikan informasi mengenai suatu kejadian;
c. didasarkan pada penalaran; dan
d. lebih condong menggunakan bahasa informatif dengan titik berat pada penggunaan kata-kata denotatif.
• Narasi sugestif memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. menyampaikan makna atau amanat secara tersirat;
b. menimbulkan daya khayal;
c. penalaran hanya berfungsi sebagai alat menyampaikan makna; dan
d. lebih condong menggunakan bahasa figuratif.



2. Jelaskan istilah di bawah ini dengan singkat. Berikan contoh.
Jawab:
a. Silogisme hipotetis adalah silogisme yang terdiri atas premis mayor yang berproposisi kondisional hipotesis, sementara premis minir dan kesimpulannya berupa proposisi kategoris.
Contoh:
Premis Mayor : Jika tidak ada PR, maka Andi boleh bermain.
Premis Minor : PR tidak ada.
Konklusi : Sebab itu Andi boleh bermain.

b. Deskripsi faktual merupakan paragraf yang menggambarkan, sehingga pembaca seolah-olah melihat, mendengar, merasakan, mencium, dan meraba atau menyentuh sendiri sesuatu yang dideskripsikan oleh penulis. Misalnya, Gadis itu bernama Rina. Usianya 21 tahun. Rina mempunyai tinggi badan 165 cm dengan berat badan 52 kg. Rambutnya hitam sebahu, dicat merah. Suara Rina lembut dan merdu. Kulitnya berwarna kuning langsat dan lembut.

c. Kompositum (kata majemuk) adalah gabungan dua kata atau lebih yang membentuk arti baru atau suatu kesatuan makna seperti, kapal terbang, tanah air, terjun payung, dan sebagainya.

d. Paralelisme atau kesejajaran bentuk memberi kejelasan dalam unsur gramatikal dengan mempertahankan bagian-bagian yang sederajat dalam konstruksi yang sama (Keraf, 1994: 47). Contoh, kebijakan pemerintah untuk menaikkan harga BBM memang sangat meresahkan dan menyulitkan masyarakat. Di satu sisi pemerintah harus melakukan hal itu untuk mengantisipasi dan mengkaji biaya pengadaan BBM. Namun di lain sisi, hal tersebut sangat menyulitkan masyarakat, terutama masyarakat yang kurang mampu.

e. Definisi formal disebut juga definisi terminologis, yaitu definisi yang disusun berdasarkan logika formal yang terdiri dari tiga unsur berupa kelas, genus, dan pembeda (deferensasi) (Widjono, 2007: 118). Contoh, siswa adalah pelajar di sekolah.

3. Apakah argumentasi dan persuasi berbeda? Jelaskan dengan contoh.
Jawab:
Ya.
Paragraf argumentasi merupakan paragraf yang isinya dimaksudkan untuk mempengaruhi pembaca agar menerima ide atau pernyataan yang dikemukakan, baik yang didasrkan pada pertimbangan logis maupun emosional. Kekuatan argumen terletak pada kemampuan penulis dalam mengemukakan tiga prinsip pokok, yaitu pernyataan, alasan yang mendukung, dan pembenaran.

Contoh paragraf argumentasi.

Penebangan hutan harus segera dihentikan. Pohon-pohon di hutan itu dapat menyerap sisa-sisa pembakaran dari pabrik-pabrik dan kendaraan bermotor. Jika hutan ditebang habis, maka tidak ada mesin yang bisa menyerap sisa-sisa pembakaran. Sisa-sisa pembakaran itu dapat meningkatkan pemanasan global. pemanasan global itu akan melelehkan gunung es di kutub. Akibatnya, kota-kota di tepi pantai seperti Jakarta, Surabaya, Singapura, Bangkok, dan lainnya akan terendam air laut. Jika hutan kita terus ditebang demi kepentingan ekonomi, maka akan terjadi bahaya yang luar biasa hebatnya. Oleh karena itu, hutan harus kita selamatkan sekarang juga.

Contoh paragraf persuasi.

Penggunaan pestisida dan pupuk kimia untuk tanaman dalam jangka waktu lama tidak lagi menyuburkan tanaman dan memberantas hama. Pestisida justru dapat mencemari lingkungan dan menjadikan tanah lebih keras sehingga perlu pengolahan dengan biaya yang tinggi. Oleh karena itu, hindarilah penggunaan pestisida secara berlebihan.

Persuasi selalu bertujuan untuk mengubah pikiran orang lain, ia berusaha agar orang lain dapat menerima dan melakukan sesuatu yang penulis inginkan. Dalam persuasi fakta dipergunakan seperlunya saja, yang terpenting penulis bisa meyakinkan pembaca yang bisa menimbulkan kepercayaan, karena kepercayaan merupakan unsur utama dalam persuasi. Sebaliknya, dalam argumentasi semakin banyak fakta yang diungkapkan, semakin kuat pula kebenaran yang dipertahankan.

4. Buatlah sebuah teks eksposisi dengan menggabungkan definisi, klasifikasi, dan pemercontohan (eksemplifikasi).
Jawab:
Kutipan adalah pinjaman kalimat atau pendapat dari seorang pengarang, atau ucapan seseorang yang terkenal, baik yang terdapat dalam buku-buku maupun majalah-majalah. Menurut jenisnya, kutipan dapat dibedakan atas kutipan langsung dan kutipan tak langsung (kutipan isi).
Kutipan langsung adalah pinjaman pendapat dengan mengambil secara lengkap kata demi kata, kalimat demi kalimat dari sebuah teks asli.
Contoh:
Guru tak dapat memperhatikan muridnya seorang demi seorang. Dalam seminar "The teaching of modern languages" oleh sekretariat UNESCO di Nuwaran Eliya, Sailan, pada bulan Agustus 1953 dikatakan: Because of the very special nature of language, teaching us wellon general educational grounds, it is vital that classes should be small".

Kutipan tak langsung adalah pinjaman pendapat seorang pengarang atau tokoh terkenal berupa inti sari atau ikhtisar dari pendapat tersebut.
Contoh:
Pertama-tama harus dibedakan dahulu antara kata 'aksen' dan 'tekanan'. Dalam tata istilah ilmu bahasa 'aksen' tidak sama dengan 'tekanan'. Aksen lebih luas maknanya dari pada tekanan. Tata aksen dalam suatu bahasa membedakan suku-suku kata (yang sama bentuk fonemik-segmentalnya) dengan jalan titinada, kontur lagu, jangka bunyi, dan tekanan. Dengan perkataan lain, tekanan itu hanya satu bagian dari tata aksen, di samping unsur titinada, kontur dan jangka.

Roman Gadis Pantai Karya Pramoedya Ananta Toer

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masuknya Penjajah Belanda ke Nusantara ini, telah membawa sistem sosial masyarakat yang sangat melekat pada masyarakat Indonesia. Salah satunya sistem sosial feodalisme, yang merupakan sistem sosial politik yang memberikan kekuasaan yang besar kepada golongan masyarakat Bangsawan. Sistem feodaliasme berkembang di seluruh Nusantara terutama di daerah Jawa Tengah. Dengan kesewenang-wenangan yang disebabkan sistem ini, telah membuat jurang pemisah antara rakyat biasa dengan Golongan Bangsawan atau Priyayi. Feodalisme menguntungkan golongan bangsawan namun menyengsarakan rakyat biasa karena tidak memiliki adab dan jiwa kemanusiaan, salah satu dari praktik sistem ini adalah kerja rodi dan perbudakan di gedung-gedung milik para Priyayi.
Pramoedya Ananta Toer sengaja menghadirkan sebuah Roman Trilogi ‘Gadis Pantai’ untuk mengungkapakan betapa kejamnya sistem feodalisme Jawa pada saat itu yang mengantarkan pada kesengsraan rakyat. Dalam roman tersebut Pram menghadirkan sosok gadis anak seorang nelayan yang mewakili rakyat biasa, mendapatkan perlakuan semena-mena dari seorang Bendoro mewakili golongan Bangsawan yang tidak lain adalah suaminya. Meskipun perlakuan semena-mena itu bukan berupa perlakuan fisik namun lebih ke arah psikis, yaitu di mana dia tidak dihormati sebagai seorang istri, dikekang dan diusir dari kediamannya setelah ia melahirkan anak perempuan hasil dari hubungan dengan Bendoro.
Roman tersebut terdiri dari tiga jilid, namun jilid kedua dan ketiga musnah akibat ‘keganasan’ penguasa pada masa lalu. Akan tetapi dari jilid pertama sudah memberikan gambaran mengenai ‘kekesalan’ Pram terhadap sistem feodalisme. Hal ini merupakan perjuangan kepengarangan Pram yang merupakan bagian dari LEKRA yang mengusung perlawanan feodalisme dan mengangkat ideologi realisme sosialis.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Tentang Pramoedya
Pramoedya lahir pada 6 Februari 1925. Ayah Pram adalah seorang guru nasionalis kiri, sedangkan ibunya berasal dari keluarga ningrat. Dalam suasana yang feodal, ibunya tidak pernah melakukan pekerjaan rumahnya sendirian, karena selalu dilayani pembantu. Namun, karena pengaruh pemikiran sang ayah, ibu Pram akhirnya berubah dan mau mengerjakan semuanya sendirian.
Pendidikan :
SD Blora, Radio Volkschool Surabaya (1940-41), Taman Dewasa/ Taman Siswa (1942-43), Sekolah Stenografi (1944-45), dan Sekolah Tinggi Islam Jakarta (1945).
Karier :
Juru ketik Kantor Berita Jepang Domei (1942-45), Letnan Dua dalam Resimen 6 Divisi Siliwangi (1946), Redaktur Balai Pustaka (1950-51), Pimpinan Literary & Features Agency Duta (1951-54), Redaktur bagian penerbitan “The Voive of Free Indonesia” (1954), Anggota Pimpinan Pusat Lekra (1958), Ketua Delegasi Indonesia dalam Komperensi Pengarang Asia Afrika di Tashkent, Uni Sovyet (1958), Anggota Dewan Ketua Komite Perdamaian Indonesia (1959), Redaktur Lentera (1962-65), Dosen Fakultas Sastra Universitas Res Publica, Jakarta, Dosen Akademi Jurnalistik Dr. Abdul Rivai, Jakarta.
Karya Novel :
Perburuan (1950), Bumi dan Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, Nyanyi Sunyi Seorang Bisu, Arus Balik, dan Arok Dedes. Kranji Bekasi Jatuh (1947), Keluarga Gerilya, Percikan Revolusi (1950) ,Mereka yang dilumpuhkan, Bukan Pasar Malam, Di Tepi Kali Bekasi, Dia yang Menyerah (1951), Gulat di Jakarta (1953), Midah si Manis Bergigi Emas, Korupsi (1954), Calon arang (1957), Hoakiau di Indonesia (1959), Panggil Aku Kartini Saja (1962), Bumi Manusia, Edisi Inggris Anak Semua Bangsa (1980), Tempo Doeloe (1982), Jejak Langkah, Sang Pemula (1985), Gadis Pantai, Rumah Kaca (1987).

2.2. Struktur Naratif
Cerita dalam Roman Gadis Pantai ini ditulis dengan teknik naratif “orang ketiga”. Karena dalam roman tersebut narator berada di luar cerita, tetapi mengetahui hampir semua hal mengenai pikiran, perasaan, perbuatan tokoh-tokoh cerita dan juga lingkungan yang ada di sekitarnya, yang bahkan mungkin tidak diketahui oleh tokoh-tokoh yang ada di dalamnya. Karena tidak terikat sebagai salah satu tokoh cerita, narator bisa bergerak bebas dalam menulis jalan ceritanya, bebas memindahkan perhatiannya dari satu tokoh ke tokoh yang lain, dari satu tempat dan waktu ke tempat dan waktu yang lain, juga dari satu permasalahan ke permasalahan yang lain.
Cerita Gadis Pantai diawali dengan gambaran tentang sosok Gadis Pantai yang keseharian hidupnya diisi dengan derai ombak dan pemandangan perahu-perahu di laut yang berangkat di pagi buta dan pulang di kala hari mulai senja. Gadis Pantai digambarkan sebagai seorang gadis belia yang baru berusia 14 tahun. Karena naratornya adalah “orang yang mahatahu” yang dapat bergerak bebas dari cerita, ia dapat menempatkan diri dekat atau pun jauh dari objek yang digambarkannya itu. Dengan kemungkinan yang fleksibel itulah ia melukiskan sosok Gadis Pantai. Seperti yang terungkap dalam kutipan berikut, menurut narator, dengan tubuh yang dimiliki Gadis Pantai, ia layak menjadi bunga desa.

“ Empat belas tahun umurnya pada waktu itu. Kulit langsat. Tubuh kecil mungil. Mata agak sipit. Hidung ala kadarnya. Dan jadilah ia kembang kampung nelayan sepenggal pantai keresidenan Jepara Rembang.” (Pramoedya, 2007:11).
Kemudian cerita bergeser, Gadis Pantai dinikahkan dengan seorang Bendoro, Pembesar Jawa (Priyayi) yang bekerja di Kantor Administrasi Belanda, seorang pria yang belum pernah ia kenali dan bahkan ia pun belum pernah bertatap wajah dengan Bendoro tersebut. Ia dinikahkan hanya dengan sebilah keris sebagai perwakilan dari Sang Bendoro. Pernikahan yang dianggap dapat mengkangkat derajatnya yang berasal dari kampung nelayan yang miskin.
“Sst. Jangan nangis. Jangan nangis. Hari ini kau menjadi istri pembesar …. Stt. Jangan nangis. Mulai hari ini kau tinggal di gedung besar nak. Tidak lagi di gubuk. Kau tak lagi buang air di pantai. Kau tak lagi menjahit layar dan jala, tapi sutera, nak. Sst, ssst. Jangan nangis… Sst. Jangan nangis, nak. Hari ini kau jadi istri orang kaya” (Pramoedya, 2007:12).
Ketika sampai di rumah Bendoro, rumah megah ala Eropa, mereka masih kebingungan dengan sosok sang Bendoro. Narator menggambarkan penampilan pertama Bendoro tersebut hanya dengan suara dan deritan selop yang selalu dikenakannya, tanpa menggambarkan wujud fisik dan nama aslinya, sehingga tokoh tersebut terkesan sebagai sosok yang misterius, menyembunyikan rahasia yang belum diketahui bahkan oleh naratornya sendiri.
“ semua tegang menegakkan tubuh. Pendengaran tertuju pada sepasang selop yang berbunyi berat sayup terseret-seret dilantai. Bunyi kian mendekat dan akhirnya nyata terdengar: buuutt.”
(Pramoedya, 2007:21)
Terdengar bunyi selop berhenti, kemudian, ‘Mengapa aku tak dibangunkan? Suruh ke sini kepala kampung itu!’ (Pramoedya, 2007: 22)
Cerita pun mulai berkembang jauh, narator melihat Bendoro dari dekat. Narator mulai menggambarkan bagaimana wujud sang Bendoro itu.

“…. Nampak seorang pria bertubuh tinggi kuning langsat berwajah agak tipis dan berhidung mancung. Ia berkopiah haji dan berbaju teluk belanga dari sutera dan bersarung bugis hitam dengan beberapa genggang putih tipis-tipis…” (Pramoedya, 2007:31).
Sisi religi juga digambarkan oleh narator. Bagaimana agama dijadikan panutan. Bagaimana agama begitu asing di telinga, di mata bahkan di hati rakyat jelata. Hanya orang-orang yang memiliki darah biru saja yang berhak untuk mempelajari agama. Orang yang memiliki pengetahuan agama lebih tinggi derajatnya, mereka disebut Priyayi.
“ Bujang itu kemudian mengajarinya mengambil air wudu. ‘Air suci selelum sembahyang, Mas Nganten.’ ‘apakah mandi dengan air sebanyak itu kurang bersih?’ tanyanya. ‘Selamanya memang begini, Mas Nganten.’ Untuk pertama kali dalam hidupnya Gadis Pantai bersuci diri dengan air wudu dan dengan sendirinya bersiap untuk bersembahyang.” (Pramoedya, 2007:34).

Cerita pun berlanjut, narator membuka tabir di antara Bendoro dan rakyat dari kampung nelayan yang miskin. Narator memberikan kritikan terhadap kesenjangan yang terjadi di antara mereka. Kritikan terhadap anggapan bahwa orang Priyayi adalah orang-orang suci yang dekat dengan Tuhan, sedangkan orang miskin adalah orang-orang hina yang dikutuk-Nya. Narator juga menggambarkan perbedaan dalam strata sosial, terutama dalam pangan dan makan. Perbedaan yang sangat mencolok sekali. Orang yang berderajat tinggi seperti Bendoro mengikuti pola makan orang Eropa. Cara makan pun mereka meniru gaya Eropa yang mereka anggap sebagai manusia berderajat tinggi. Terlihat sekali kesenjangan diantara orang yang berderajat dengan orang rendahan. Menggunakan sedok-garpu bahkan duduk dimeja makan sebagai tanda mereka adalah orang berkelas. Sungguh, budaya Eropa sudah merangsek masuk ke dalam jiwa masing-masing orang Jawa yang berderajat. Tak luput pula narator mulai menceritakan perwatakan dari pada Sang Bendoro.

“Tak perlulah kalau kau tak suka. Aku tahu kampung-kampung sepanjang pantai sini. Sama saja. Sepuluh tahun yang lalu aku juga pernah datang ke kampungmu. Kotor, miskin, orangnya tak pernah beribadah. Kotor itu tercela, tidak dibenarkan oleh orang yang tahu agama. Di mana banyak terdapat kotoran, orang-orang di situ kena murka Tuhan, rejeki mereka tidak lancar, mereka miskin.” (Pramoedya, 2007:41)

“kau tinggalkan rumah ini! Bawa seluruh perhiasan dan pakaian. Semua yang telah kuberikan kepadamu. Bapakmu sudah kuberikan uang kerugian, cukup buat membeli dua perahu sekaligus dengan segala perlengkapannya. Kau sendiri, ini…,” Bendoro mengulurkan kantong berat berisikan mata uang… pesangon. “Carilah suami yang baik, dan lupakan segala dari gedung ini. Lupakan aku, ngerti?” (Pramoedya, 2007:257).

Dengan peralihan posisi dan jarak di atas, narator dapat memperlihatkan kepada pihak mana, kepada tokoh-tokoh yang mana, ia berpihak, berseimpati dan kepada pihak mana, tokoh-tokoh yang mana ia bersikap anti pati. Dalam novel ini jelas, narator berpihak dan bersimpati kepada Gadis Pantai. Selain itu juga narator menunjukkan simpatinya kepada orang tua Gadis Pantai, si Dul, kusir dokar sewaan (man), penduduk kampung nelayan yang miskin dan juga seorang Bujang wanita yang membantu Gadis Pantai ketika mengawali kehidupannya sebagai Mas Nganten. Perasaan anti pati narator ditunjukkan terutama kepada Bendoro, para Bagus, Mandor, Kompeni, Bendoro Demak, Mardikun (mak Pin), dan Mardinah. Bendoro adalah seorang Priyayi yang bekerja kepada Belanda. Ia sangat kaya raya dan memiliki pengetahuan agama yang cukup tinggi, sudah berhaji dua kali. Bendoro dikatakan masih bujang karena belum menikahi perempuan yang sederajat dengannya, walaupun toh ia telah menikah berkali-kali dengan para perempuan yang disebut Mas Nganten (perempuan yang dijadikan gundik, perempuan yang melayani kebutuhan seks para pembesar sampai kemudian pembesar memutuskan untuk menikah dengan perempuan yang sederajat dengannya), seperti halnya Gadis Pantai. Bendoro dengan seenaknya mencampakkan para Mas Nganten tersebut setelah mereka memberikan satu anak kepadanya, merenggut paksa dan memisahkan anak dari ibunya; yang kemudian ia memutuskan untuk menikahi perempuan yang lain lagi. Kehidupan rakyat dalam cengkraman feodalisme Jawa, sehingga merelakan anak gadis mereka yang masih belia dinikahi oleh Bendoro dengan maksud agar dapat menaikkan derajatnya. Sikap dan pandangan feodalisme Jawa yang berakar kuat di sanubari Bendoro, dan para Bendoro lainnya, sehingga bersikap seenak perutnya sendiri. Mereka mempunyai hak untuk menindas, menginjak dan meremehkan harkat dan martabat rakyat jelata.

2.3. Unsur Intrinsik
Unsur intrinsik merupakan unsur dari dalam yang membangun sebuah karya satra. Adapun unsur-unsur intrinsik sebuah karya sastra adalah sebagai berikut:
a. Tema
Tema merupakan sesuatu yang menjadi dasar cerita atau ide dan tujuan utama cerita. Tema biasanya selalu berkaitan dengan penglaman-pengalaman kehidupan sosial, cinta, ideologi, maut, religius dan sebagainya. Tema yang disajikan dalam Roman ini adalah mengenai sosio-kritik dalam sistem masyarakat. Bagaimana rakyat kecil yang diwakili oleh Gadis Pantai yang menjadi istri seorang Priyayi, diperlakukan oleh Priyayi sebagai pemuas nafsunya, dijauhkan dari dunia luar yang menurut Priyayi tersebut sebagai dunia yang kotor dan ia dicampakan dan diusir oleh Priyayi tersebut dengan alasan dia tak sederajat dengannya.
Adapun kritik yang ditujukan pada sistem feodalisme adalah melalui gambaran dalam cerita yang disebutkan bahwa semua yang ada di Gedung Besar adalah rakyat jelata yang harus tunduk dan patuh pada Priyayi, dan mereka tidak patut dihormati.

b. Latar/ Setting
Latar /setting dalam sebuah karya sastra dalah keterangan mengenai waktu, ruang dan suasana terjadinya lakuan. Dalam roman ‘Gadis Pantai’ menghadirkan dua latar: Pertama adalah latar fisik, merupakan latar pada lokasi tertentu atau waktu tertentu secara jelas. Latar fisik yang ditampilkan dalam roman tersebut yang utama adalah sebuah Gedung Besar di kota Rembang dengan penggambaran bentuk dan suasananya. Selain itu juga berada di daerah pesisir pantai utara pulau Jawa tepatnya kampung nelayan di Rembang dengan gambaran kondisi nelayan; Kedua adalah latar sosial, merupakan latar pada hal-hal yang berhubungan pada perilaku sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya sastra. Penceritaan latar sosial hanya menggambarkan di mana yang tergambar, yaitu dengan kondisi masyarakat kampung nelayan yang bodoh (tidak bisa baca tulis), hidup mereka hanya bergantung pada laut. Berbeda dengan kehidupan golongan Priyayi yang sangat berlebihan.
c. Alur
Alur merupakan tahapan-tahapan peristiwa yang dihadirkan oleh para pelaku dalam sebuah cerita, sehingga membentuk suatu rangkaian cerita. Alur dapat kita perhatikan dari rangkaian-rangkaian peristiwa yang dibangunnya. Dengan demikian untuk mengetahui bagaimana alur sebuah cerita rekaan, kita perlu menyimak rangkaian peristiwa yang terdapat dalam karya yang bersangkutan.
Jenis alur yang digunakan dalam Roman ‘Gadis Pantai’ adalah alur maju, hal itu tertlihat dari rangkaian kejadian dari gadis pantai yang hidup di Kampung nelayan, berubah menjadi seorang Priyayi karena menikah dengan Priyayi pembesar kota Rembang. Dari situ kehidupan Gadis Pantai menjadi lebih baik, sampai puncaknya ketika ia dapat menyesuaikan dengan kehidupan Bendoro. Namun setelah ia melahirakan anak, ia diusir kembali dari gedung besar. Karena sesuai dengan apa yang menjadi janji Bendoro, ia tidak akan menjadikan seorang perempuan sebagai pendamping hidupnya kecuali dia sederajat denganya. Adapun pengilasan balik cerita itu hanya sebagai pendukung jalan cerita atau narasi dari roman tersebut.
Pram menyajikan cerita dengan bagian awal cerita sebagai pendeskripsian tokoh utama, yaitu Gadis Pantai yang bertubuh kecil, kulit putih bersih yang hidup di Kampung. Di bagian tengahnya menghadirkan konflik baik yang terjadi dalam diri Gadis Pantai atau pun konflik dengan tokoh yang lain. Lalu akhir dari bagian cerita tersebut yaitu keadaan yang memprihatinkan yang terjadi pada diri Gadis Pantai akibat dati ‘keganasan’ praktik Feodalisme.
d. Penokohan
Sesuai KBBI penokohan dapat diartikan sebagai pencitraan citra tokoh dalam sebuah karya sastra. Tokoh yang terdapat dalam Roman Gadis Pantai terdapat tiga tokoh. Pertama yaitu tokoh utama atau tokoh yang mendominasi cerita. Yang menjadi tokoh utama yaitu Gadis Pantai, digambarkan sebagai tokoh yang menghormati, patuh kepada orang tua dan suaminya. Ia juga selalu ingin memberontak terhadap aturan yang ada di gedung rumah Priyayi.
Kedua yaitu tokoh protagonis atau tokoh yang dikagumi sesuai dengan harapan pembaca. Yang merupakan tokoh protagonis yaitu pembantu tua yang tinggal di gedung besar, yang selalu memberikan penjelsan atau memberi bantuan kepada tokoh utama. Selain itu juga ada emak dan bapaknya. Ketiga yaitu tokoh antagonis atau tokoh yang tidak disenangi pembaca karena memiliki watak yang tidak sesuai dengan harapan pembaca. Yang merupakan tokoh ini adalah Bendoro yang arogan, sombong, dan kelakuanya merupakan bagian dari sistem feodalisme. Selain bendoro juga Mardinah dan komplotannya yang berusaha menghabisi tokoh utama.
Penokohan yang digambarkan Pram yaitu melalui deskripsi dan dialog antara tokoh yang satu dengan yang lain.

e. Sudut Pandang
Sudut pandang adalah cara dan pandangan yang digunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita. Dalam penceritaanya Pram menggunakan sudut pandang orang ketiga (diaan) maha tahu. Hal itu di tunjukan melalui deskripsi.
f. Amanat
Amanat merupakan pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang dari sebuah karya sastra. Dalam roman ini secara eksplisit pengarang memberikan sebuah pesan mengenai kebudayaan Jawa hasil dari peninggalan jajahan Belanda yang telah menyengsarakan rakyat pribumi dan mereka membodohinya.
‘oh, oh, dewa sejagat kalah bengisnya
matilah dia berani tolak perintahnya
bupati mantra semua Priyayi apalagi
orang kecil yang ditakdirkan jadi kuli
dia sandang pedang tipis di pinggang kiri
tapi titahnya wah-wah lebih dahsyat lagi
laksana geledek sambar perahu dan tali-temali
sehela nafas sedepa jalan harus jadi
menggigil semua dengar namanya guntur
semua pada takluk gunung kali dan rawa
pantai dan jalan berjajar panjang membujur
kepala kawula jadi titian orang yang kuasa
[….]
waktu jalan panjang sempurna jadi
kereta-kereta indah jalan tiap hari
bawa tuan-tuan nyonya-nyonya dan putra-putri
tuan besar gubernur jenderal dan para abdi (170-171).
Selain itu juga bila melihat dari deskripsi puisi yang dilantunkan tokoh si Dul, menandakan ketidakberdayaan rakyat, yang badan dan jiwanya telah dikuasai oleh elit kekotaan Jawa wakil setempat raja-raja tradisional di Jawa Tengah, serta orang Belanda yaitu Gubernur Jenderal Daendels.
2.4. Unsur Ekstrinsik
Unsur Ekstrinsik merupakan unsur-unsur yang berada di luar karya sastra, akan tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya sastra. Unsur ekstrinsik berupa:
a. Kehidupan Pengarang
Kehidupan pengarang merupakan suatu yang mempengaruhi jenis kepengarangan para sastrawan. Di mana ia bekerja, bersekolah ataupun pergaulannya. Pramoedya Ananta Toer merupakan Sastrawan yang lahir di Blora, pada tahun 1925. Menurut sejarah Ayah Pram menikah dengan Ibunya pada saat berumur 15 tahun. Saat Pram ada konflik dengan ayahnya ibunya-lah yang paling menyayanginya dan ia lah yang memperjuangkan kehidupan keluarganya walaupun dalam keadaan sakit. Maka tak heran apabila ia sangat sayang pada ibunya.
Dalam kepengaranganya Pram banyak menceritakan tentang wanita yang hampir menjadi manusia teladan, yang berani dan tabah, yang tetap memperjuangkan kemanusiaanan keadilan. Dalam Roman Gadis Pantai, Pram terinspirasi oleh seorang wanita yang tak lain adalah neneknya dari ibu, ia bernama Satimah. Satimah adalah wanita yang dijadikan selir oleh kakeknya, Penghulu Rembang. Tetapi setelah melahirkan anaknya (Ibu Pram), Satimah dienyahkan dari gedung tuannya. Satimah adalah wanita yang periang, tabah, tak kenal putus asa, rajin, dan seorang pekerja sejati. Ia dari keluarga miskin, meskipun miskin dia tetap menyayangi cucu-cucunya dengan selalu memberikan hadiah kecil. Meskipun Pram tidak tahu banyak tentang neneknya namun dari situ, nenek Satimah merupakan prototype Gadis Pantai.
b. Keadaan Masyarakat
Pram merupakan gambaran dari masyarakat Jawa kebanyakan yang tertindas oleh Kolonial Belanda. Namun Ia tidak seperti orang jawa kebanyakan yang menyerah dengan keadaan. Pram memiliki kesadaran nasional yang kuat, ketabahanya dalam melawan segala apa yang dianggap tidak adil, pengalamanya tentang masalah-masalah sosial dalam masyarakat jawa pengertianya tentang pendidikan sebagai sarana untuk membangun bangsa dan manusia yang bebas dan merdeka. Ia hidup di mana pada saat itu penjajah belada tengah berkuasa di nusantara ini terutama di daerah jawa tengah. Dan pada saat itu pula praktik-praktik kolonialisme belanda, salah satunya feodalisme. Melalui karyanya Roman ‘Gadis Pantai’ Pram berusaha untuk ‘menusuk’ praktik feodalisme Jawa yang tidak mengenal adab dan jiwa kemanusiaan.

2.5. Relasi Gender
Dalam Roman ini setidaknya ada empat tokoh perempuan yang ada di dalamnya, yaitu Gadis Pantai, Emak, Bujang wanita, Mardinah dan Mas Ayu (Bendoro wanita yang akan dinikahi Bendoro). Gadis Pantai adalah gadis belia yang sangat lugu, tentu saja karena ia baru berusia 14 tahun kala itu, sebelum ia dinikahi Bendoro. Ia berasal dari kalangan rakyat bawah, penduduk kampung nelayan yang miskin, ia pun buta akan ilmu pengetahuan dan tata karma. Sedangkan Bendoro adalah Priyayi yang terhormat yang memiliki pengetahuan agama yang luas. Kontras sekali dengan Mardinah. Seorang tokoh antagonis di dalam roman ini. Ia tiba-tiba dihadirkan oleh narator sebagai seorang janda, yang pernah menjadi Mas Nganten. Ia lahir di kota Semarang, ia sangat muda dan karena ia mampu membaca ia jauh lebih cerdas dari pada Gadis Pantai. Mardinah pun tahu benar bagaimana seharusnya menjadi Mas Ngaten yang baik dan benar. Karena merasa lebih pintar, dan lebih terhormat, Mardinah begitu meremehkan Gadis Pantai. Karena ia menganggap ia lebih berderajat karena ia lahir di kota sedangkan Gadis Pantai lahir di perkampungan nelayan yang miskin; Mardinah mampu membaca dan menulis, sedangkan Gadis Pantai hanya mampu membaca Al Quran saja. Ambisinya yang ingin membinasakan Gadis Pantai adalah hanya semata-mata karena ia dijanjikan untuk dijadikan istri kelima bagi Bendoro Demak jika ia berhasil menyingkirkan Gadis Pantai dan menikahkan putri Bendoro Demak dengan Bendoro (Priyayi yang menikahi Gadis Pantai).
Emak adalah ibu dari Gadis Pantai yang mengharapkan anaknya mendapat penghidupan dan derajat yang lebih baik. Bujang perempuan adalah pelayan Gadis Pantai ketika ia masih mengawali kehidupannya sebagai Mas Nganten. Sedangkan Mas Ayu adalah seorang perempuan berderajat yang akan dinikahi oleh Bendoro. Hal yang sangat mencolok dalam novel ini adalah terpisahnya ibu dan anak secara paksa, dan diceraikannya seorang Mas Nganten setelah ia melahirkan anak bagi Bendoro. Dalam masyarakat feodal nampak sekali perbedaan antara anak perempuan dan laki-laki. Berapa besarnya keinginan rakyat feodal untuk mendapatkan anak laki-laki. Hal ini dikarenakan mereka mengharapkan adanya penerus bagi mereka. Dalam masyarakat ini anak perempuan hanya dianggap sebagai pengganggu saja dan tidak dapat dibanggakan. Perempuan dianggap sebagai tempat pelepasan birahi dan melahirkan anak saja. Apa lagi jika perempuan itu berasal dari rakyat rendahan. Selain itu pula, bagi seorang perempuan yang menjadi Mas Nganten akan diceraikan begitu saja oleh Bendoro setelah ia memberikan seorang anak kepada Bendoronya.
Seperti halnya apa yang dialami Gadis Pantai dalam roman ini. Setelah masuk tahun ketiga dari pernikahannya, dan setelah ia melahirkan seorang anak yang ternyata perempuan. Betapa murkanya Sang Bendoro dan selang beberapa bulan setelah melahirkan, Gadis Pantai pun diceraikannya. Seperti kutipan berikut.

“Jadi sudah lahir dia. Aku dengar perempuan bayimu, benar?” “Sahaya, Bendoro.” “Jadi cuma perempuan?” “Seribu ampun, Bendoro.” Bendoro membalikkan badan, keluar kamar sambil menutup pintu kembali. Gadis Pantai memiringkan badan, di peluknya bayinya dan diciuminya rambutnya…” (Pramoedya, 2007: 253).
Gadis Pantai, seorang gadis dari kalangan rakyat rendahan, ia belum mengenal cinta dan dicintai, dan ia pun belum banyak tahu tentang kehidupan dan bahkan pengetahuan tentang etika dan tata krama rakyat feodal. Dalam usia yang sangat belia ia menjadi Mas Nganten. Kebahagiaan baginya adalah masa-masa ketika ia masih hidup di pesisir pantai, di kampung nelayan yang kumuh dan miskin, bersama kedua orang tua dan saudara-saudaranya; bermain, bercengkrama dan tertawa lepas bersama teman-temannya di antara bulir-bulir pasir hangat yang menjadi alas kakinya dan deburan ombak sebagai dendangan yang selalu mengiringi langkahnya. Semua terenggut ketika ia menjadi istri seorang Bendoro, yang walaupun dalam kehidupan Priyayi ia mendapatkan cukup makan, pakaian yang bagus dan perhiasan yang indah, namun sesingkat waktu ia dicampakkan begitu saja, anaknya terenggut paksa dari pelukkannya. Ia pun kembali menapaki hidupnya semula, sebagai Gadis Pantai dari golongan bawah.





BAB III
PENUTUP
3.1. Simpulan
Penjajahan belanda mengakibatkan adanya sistem feodalisme yang menjalar ke darah daging para Priyayi Jawa. Keadaan ini adalah sebuah sistem sosial masyarakat yang mengakibatkan ketidakadilan, kebodohan, kebobrokan mental, serta tidak adanya pemerataan ekonomi. Praktik-praktik Feodalisme Belanda masih terasa hingga kini, masih membekas tentang kerja paksa ”Rodi”, yang telah menginjak-injak harga diri rakyat kecil. Juga perbudakan seks yang dilakukan oleh raja-raja Jawa, Priyayi dan para Petinggi Belanda.
Gadis Pantai, dalam usia yang masih begitu belia telah kehilangan segalanya. Karena begitu malu kembali ke kampungnya, Gadis Pantai dengan perasaan remuk memilih berputar arah ke Selatan, ke Blora. Kisah sekuel Gadis Pantai terhenti di sini. Lewat sekuel pertama ini, Pram meunjukkan kontradiksi negatif praktik feodalisme di tanah Jawa yang tak memiliki adab dan jiwa kemanusiaan. Betapa seorang manusia tak dihargai dari hatinya, namun dari pangkat dan golongan mana dia berasal. Layak dijadikan perenungan.
Buku ini juga tidak negatif, sebab langkah pertama ke arah pembebasan dari penindasan dan penghinaan telah diambil dari Gadis Pantai: ia mulai sadar tentang kenyataan sosial di tempat hidupnya. Ia tidak dapat kembali ke masa lampau, ia harus maju: ”Tanpa menengok ke belakang lagi, Gadis Pantai memusatkan matanya ke depan, demikian dikatakan pada halaman penghabisan.
Pram melalui Roman ‘Gadis Pantai’ berhasil menguak kebengisan sistem feodalisme Jawa. Dengan teknik kepengaranganya Roman ini berhasil menjadi Roman sosio-kritis. Yang memperjuangkan rakyat kecil dan terutama wanita-wanita Jawa yang dijadikan selir para Priyayi. Dengan adanya roman ini kita berharap di masa sekarang tidak ada lagi praktik-praktik Feodalisme.


DAFTAR PUSTAKA

Ananta Toer, Pramoedya. 2003. Gadis Pantai. Jakarta: Lentera Dipantara.
DEPDIKNAS. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi kedua. Jakarta: Balai Pustaka.
Teeuw, A. 1996. Citra Manusia Indonesia dalam Karya Sastra Pramoedya Ananta Toer. Jakarta: Pustaka Jaya.

Raven. GADIS PANTAI Gadis yang Merangkak di antara Feodalisme Jawa. Dalam: http://myraven.blogspot.com/2008/03/membaca-kembali-gadis-pantai.html (diakses tgl 13 Mei 2010).

Eseren, Ali. Potret Wanita Pesisir dalam Roman Gadis Pantai. Dalam: http://imtcpt.wordpress.com/2009/01/21/potret-wanita-pesisir-dalam-roman-gadis-pantai/ (diakses tgl 17 Mei 2010).

Shaidra, Aisha. Analisis Keberpihakan Pramoedya Terhadap Tokoh Perempuan dalam Tiga Karyanya: Suatu Pendekatan Sosiologis. Dalam: http://ashaid.wordpress.com/2009/04/29/analisis-keberpihakan-pramoedya-terhadap-tokoh-perempuan-dalam-tiga-karyanya-suatu-pendekatan-sosiologis/ (diakses tgl 17 Mei 2010).


Minggu, 27 Juni 2010

Analisis Roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karangan Hamka

KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya bagi penulis sehingga berhasil menyelesaikan makalah ini tentang ”Analisis Unsur Intrinsik Roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck Karya: Hamka”. Penulis membuat makalah ini sebagai pengganti Ujian Akhir Semester 4.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada dosen pengampu mata kuliah ”Apresiasi Sastra” Bapak Jamal D. Rahman yang telah memberikan pengajaran kepada kami mengenai apresiasi sastra selama satu semester ini.
Akhirnya penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, hal ini dari segi penyusunan maupun dari segi materi. Oleh karena itu, dengan rasa rendah hati dan hormat penulis menerima setiap kritik dan saran yang bersifat membangun yang dapat memperbaiki dan menyempurnakan makalah ini.


Ciputat, 21 Juni 2010

Penulis




BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kehadiran unsur religius dan keagamaan dalam sastra adalah setua keberadaan sastra itu sendiri. Bahkan, sastra tumbuh dari sesuatu yang bersifat religius. Pada awal mula semua sastra adalah religius (Mangun Wijaya, 1982:11). Istilah “religius“ membawa konotasi pada makna agama. Religius dan agama memang erat berkaitan, berdampingan, bahkan dapat melebur dalam satu kesatuan, namun sebenarnya keduanya menyaran pada makna yang berbeda.
Roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karangan Hamka, tampaknya merupakan karya fiksi Indonesia modern yang mulai memasukkan unsur keagamaan (Islam) dalam sastra. Namun, agama di sana adalah agama sebagai keyakinan penuh para tokoh cerita, bukan keyakinan (syariat) agama yang dipermasalahkan. Dengan kata lain, unsur agama itu sendiri tidak begitu berpengaruh pada konflik cerita. Konflik ceritanya sendiri masih berkisah pada adanya ketidakbebasan memilih jodoh, ada pihak yang memaksakan kehendak kepada pihak lain yang menyebabkan pihak itu menderita. Para penganut agama Islam pun ternyata masih terkecoh atau lebih melihat sesuatu yang bersifat lahiriah.












BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Biografi Pengarang
HAMKA adalah singkatan dari Haji Abdul Malik Karim Amrullah. Beliau lahir di Molek, Meninjau, Sumatra Barat, Indonesia pada tanggal 17 Februari 1908. Ayah beliau bernama Syeh Abdul Karim bin Amrullah (Haji Rasul).
Ketika Hamka berumur 10 tahun ayahnya membangun Thawalib Sumatra di Padang Panjang. Di sana Hamka belajar tentang ilmu agama dan bahasa Arab. Di samping belajar ilmu agama pada ayahnya, Hamka juga belajar pada beberapa ahli Islam yang terkenal seperti: Syeh Ibrahim Musa, Syeh Ahmad Rasyid, Sutan Mansyur dan Ki Bagus Hadikusumo.
Pada tahun 1927 Hamka menjadi guru agama di Perkebunan Tinggi Medan dan Padang Panjang tahun 1929. tahun 1957-1958 Hamka sebagai dosen di Universitas Islam Jakarta dan Universitas Muhamadiyah Padang Panjang.
Hamka tertarik pada beberapa ilmu pengetahuan seperti: sastra, sejarah, sosiologi, dan politik. Pada tahun 1928 Hamka menjadi ketua Muhammadiyah di Padang Panjang. Tahun 1929 beliau membangun “Pusat Latihan Pendakwah Muhammadiyah” dua tahun kemudian menjadi ketua Muhammadiyah di Sumatra Barat dan Pada 26 juli 1957 beliau menjadi ketua Majelis Ulama Indonesia.
Hamka sudah menulis beberapa buku seperti: Tafsir Al-Azhar (5 jilid) dan novel seperti; Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, Di bawah Lindungan Ka’bah, Merantau Ke Deli, Di dalam Lembah Kehidupan dan sebagainya. Hamka memperoleh Doctor Honoris Causa dari Universitas Al- Azhar (1958), Doctor Causa dari Universitas Kebangsaan Malaysia (1974) dan pada 24 juli 1981 Hamka meninggal dunia.

2.2. Sinopsis
Roman ini menceritakan tentang kisah cinta yang tidak sampai karena terhalang oleh adat yang sangat kuat. Zainudin adalah seorang pemuda dari perkawinan campuran Minangkabau dan Makasar, ayahnya Zainudin yang berdarah Minangkabau mengalami masa pembuangan ke Makasar dan kawin dengan Ibu Zainudin yang berdarah asli Makasar, mempunyai seorang kekasih asal Batipun bernama Hayati, namun hubungan mereka harus berakhir karena adat, karena berdasarkan sebuah rapat, ibu Zainudin tidak dianggap sebagai manusia penuh.
Akhirnya Hayati menikah dengan seorang pemuda bangsawan asli Minangkabau bernama Azis. Mendengar pernikahan itu Zainudin jatuh sakit, akan tetapi berkat dorongan semangat dari Muluk sahabatnya yang paling setia, kondisi Zainudin berangsur-angsur membaik dan pada akhirnya Zainudin menjadi seorang pengarang yang sangat terkenal dan tinggal di Surabaya. Di Surabaya inilah Zainudin bertemu dengan Hayati yang diantar oleh suaminya sendiri Azis, untuk dititipkan kepadanya, kemudian Azis mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri.
Rasa cinta Zainudin pada Hayati sebenarnya masih membara, akan tetapi mengingat Hayati itu sudah bersuami, cinta yang masih menyala itu berusaha untuk dipadamkan, kemudian Hayati dibiayai untuk pulang ke Batipun.
Tetapi nasib malang menimpa Hayati, dalam perjalanan pulang ke Batipun itu, kapal Van Der Wijck yang ditumpanginya tenggelam. Hayati meninggal dunia di rumah sakit di Cirebon.
Di saat-saat akhir hayatnya, Hayati masih sempat mendengar dan melihat bahwa sebenarnya Zainudin masih sangat mencintainya, namun semua itu sudah terlambat. Tidak berselang lama, Zainudin menyusul Hayati ke alam baka, dan jenazah Zainudin dimakamkan persis di samping makan mantan kekasihnya, Hayati.

2.3. Aspek keislaman dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck
Apabila kita membaca karya-karya Hamka, termasuk dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, aspek-aspek keislaman dan dakwah keislaman dapat kita rasakan. Dalam roman tersebut, dakwah keislaman itu terasa dari penokohan yang dilakukan pengarang. Sebagai contoh, ada pernyataan dalam roman tersebut bahwa tokoh Zainuddin, setelah berpisah dengan Hayati, berniat dan bercita-cita untuk memperdalam ilmu dunia dan akhirat supaya kelak menjadi seorang yang berguna. Angan-angan Zainuddin adalah menjadi orang alim, jadi ulama, sehingga apabila kembali ke kampungnya dapat membawa ilmu. Zainuddin sendiri adalah turunan dari ayah dan ibu ahli ibadat.
Apa yang dilakukan Hamka dalam penokohan di atas, menurut saya adalah salah satu cara dakwah yang dilakukannya, suatu upaya untuk menunjukkan kepada pembaca bahwa betapa mulia orang yang berilmu dan ahli ibadat. Dakwah yang dilakukannya itu sangat halus.
Adapun aspek-aspek religius itu yakni, Aqidah, Syriah, dan Akhlak. Adapun penjelasan mengenai aspek-aspek tersebut sebagai berikut:
1. Aqidah
Dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka aqidah atau kepercayaannya sangat kental dengan budaya islami untuk lebih jelasnya penulis memaparkan penggalan ceritanya sebagai berikut :
“…………..Lepaskan saya berangkat ke Padang. Kabarnya konon, di sana hari ini telah ada sekolah agama. Pelajaran akhirat telah diatur dengan sebagus-bagusnya. Apalagi, puncak Singgalang dan Merapi sangat keras seruannya kepadaku rasanya. Saya hendak melihat tanah asalku, tanah tempat ayahku dilahirkan dahulunya. Mak Base banyak orang memuji daerah Padang, banyak orang yang bilang agama islam masuk kemari pun dari sana. Lepaskan saya berangkat ke sana”. (1986 : 22).
2. Syari’ah
Kata syari’ah adalah bahasa Arab yang diambil dari rumpun kata syri’ah. Dalam bahasa Indonesia artinya jalan-raya. Kemudian bermakna jalannya hukum, dengan kata lain perundang-undangan. Karena itu pula dengan perkataan atau istilah “Syri’ah Islam” memberi arti hidup yang harus dilalui atau perundang-undangan yang harus dipatuhi oleh seorang Islam. Hukum Tuhan itu adalah Syari’ah itu mengandung kebenaran mutlak, artinya tidak ada kelemahan dan pertentangan dalam dirinya sendiri.
3. Akhlak
Akhlak Islam adalah suatu sikap mental dan laku perbuatan yang luhur. Dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka, penulis menemukan berbagai akhlak yang sangat mulia terutama dari sang pemeran utama yakni tokoh Zainuddin. Kebaikan moral Zainuddin bisa kita lihat pada penggalan cerita berikut ini:
“Zainuddin seorang yang terdidik lemah lembut, didikan ahli seni, ahli syair, yang lebih suka mengalah untuk kepentingan orang lain” (1986 :27).

2.4. Analisis Struktur Roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck Karya Hamka
Analisis struktural karya sastra, yang dalam hal ini fiksi, dapat dilakukan dengan mengidentifikasi, mengkaji, dan mendiskripsikan fungsi dan hubungan antar unsur intrinsik fiksi yang bersangkutan.
Analisis strukturalnya sebagai berikut:
1. Tema
Dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka ini tentang kasih tak sampai. Sangat kental dengan budaya Minang yang sangat patuh akan peraturan adat.
Adapula penggalan ceritanya:
“…….apa yang dikerjakannya, padahal cinta adalah sebagai kemudi dari bahtera kehidupan. Sekarang kemudi itu dicabut, kemana dia hendak berlabuh, teroleng terhempas kian kemari, daratan tak nampak, pulau kelihatan. Demikianlah nasib anak muda yang maksudnya tiada sampai (1986:123).

2. Alur/plot
Dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka menggunakan alur maju mundur, karena menceritakan hal-hal yang sudah lampau atau masa lalu dan kembali lagi membahas hal yang nyata atau kembali ke cerita baru dan berlanjut. Ada lima tingkatan alur yakni :
• Penyituasian
Tahap penyituasian, tahap yang terutama berisi pelukisan dan pengenalan situasi latar dan tokoh-tokoh cerita. Tahap ini merupakan tahap pembukaan cerita, memberikan informasi awal dan lain-lain.
Berikut ini merupakan tahap awal dari roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka yang berkaitan dengan tahap penyituasaian.
“Di tepi pantai, di antara kampong Bara dan kampung Mariso berdiri sebuah rumah bentuk Makasar, yang salah satu jendelanya menghadap ke laut. Di sanalah seorang anak muda yang berusia kira-kira 19 tahun duduk termenung seorang diri menghadapkan mukanya ke laut. Meskipun matanya terpentang lebar, meskipun begitu asyik dia memperhatikan keindahan alam di lautan Makasar, rupanya pikiranya telah melayang jauh sekali, ke balik yang tak tampak di mata, dari lautan dunia pindah ke lautan khayal (1986:10).
• Konflik
Tahap pemunculan konflik, masalah-masalah dan peristiwa-peristiwa yang menyulut terjadinya konflik mulai dimunculkan. Jadi tahap ini merupakan tahap awal munculnya konflik, dan konflik itu sendiri akan berkembang dan atau dikembangkan menjadi konflik, dan konflik itu sendiri akan berkembang dan atau dikembangkan menjadi konflik-konflik pada tahap berikutnya.
Kejadian dan konflik yang dialami tokoh Hayati dan Zainuddin dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka bisa dilihat dari penggalan cerita berikut ini:
“Sesungguhnya persahabatan yang rapat dan jujur diantara kedua orang muda itu, kian lama kian tersiarkan dalam dudun kecil itu. Di dusen belumlah orang dapat memendang kejadian ini dengan penyelidikan yang seksama dan adil. Orang belum kenal percintaan suci yang terdengar sekarang, yang pindah dari mulut ke mulut, ialah bahwa Hayati, kemenakan Dt……..telah ber “intaian” bermain mata, berkirim-kirim surat dengan anak orang Makasar itu. Gunjing, bisik dan desus perkataan yang tak berujung pangkal, pun ratalah dan pindah dari satu mulut ke mulut yang lain, jadi pembicaran dalam kalangan anak muda-muda yang duduk di pelatar lepau petang hari. Hingga akhirnya telah menjadi rahasia umum.
Orang-orang perempuan berbisik-bisik di pancuran tempat mandi, kelak bila kelihatan Hayati mandi di sana, mereka pun berbisik dan mendaham, sambil melihat kepadanya dengan sudut mata.Anak-anak muda yang masih belum kawin dalam kampung sangat naik darah.Bagi mereka adalah perbuatan demikian merendahkan derajat mereka seakan -akan kampung tak berpenjaga.yang terutama sekali yang dihinakan orang adalah persukuan Hayati, terutama mamaknya sendiri Dt…yang dikatakan buta saja matanya melihat kemenakannya membuat malu, melangkahi kepala ninik –mamak. (1986:57)
• Tahap Peningkatan Konflik
Konflik yang telah dimunculkan pada tahap sebelumnya semakin berkembang dan dikembangkan kadar intensitasnya. Tahap peningkatan konflik dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka terjadi ketika Zainuddin dan Aziz sama-sama mengirimkan surat kepada orang tua Hayati, dari lamaran kedua pemuda itu, ternyata lamaran Aziz yang diterima karena orang tua Hayati mengetahui latar belakang pemuda yang kaya raya itu, sedangkan lamaran Zainudin ditolak karena orang tua Hayati tidak ingin anaknya bersuamikan orang miskin. Hal ini bisa terlihat dari penggalan cerita berikut ini:
”Kalam dia tertolak lantaran dia tidak ber-uang maka ada tersedia uang Rp.3000,- yang dapat dipergunakan untuk menghadapi gelombang kehidupan sebagai seorang mahluk yang tawakkal.” (1986:118)
• Klimaks
Klimaks sebuah cerita akan dialami oleh tokoh (tokoh utama) yang berperan sebagai pelaku dan penderita terjadinya konflik utama. Dalam Roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka, tahap klimaks terjadi ketika Aziz meminta supaya Zainuddin menikahi Hayati. Sekalipun dalam hati Zainuddin masih mencintai Hayati, Zainuddin menolak permintaan Aziz. Bahkan Zainuddin memulamgkan Hayati ke kampung halamannya dengan menggunakan Kapal Van Der Wijck. Hal ini bisa dilihat pada pernyataan berikut:
“Bila terjadi akan itu, terus dia berkata: “Tidak Hayati ! kau mesti pulang kembali ke Padang! Biarkan saya dalam keadaan begini. Pulanglah ke Minangkabau! Janganlah hendak ditumpang hidup saya , orang tak tentu asal ….Negeri Minangkabau beradat !.....Besok hari senin, ada Kapal berangkat dari Surabaya ke Tanjung Periuk, akan terus ke Padang! Kau boleh menumpang dengan kapal itu, ke kampungmu”. (1986:198)
• Penyelesaian
Tahap penyelasaian dalam Roman Tenggelamya Kapal Van Der Wijck karya Hamka ketika Zainuddin mendapat kabar bahwa Kapal yang ditumpangi Hayati tenggelam, sedangkan Hayati dirawat di Rumah Sakit Tuban. Dengan diterima Muluk sahabatnya Zainuddin menengok wanita yang sangat dicintainya itu. Rupanya pertemuan mereka itu adalah pertemuan yang terakhir karena Hayati menghembuskan nafasnya yang terakhir dalam pelukan Zainuddin. Kejadian itu membuat Zainuddin merasakan penyesalan yang berkepanjangan hingga Zainuddin jatuh sakit dan meninggal dunia. Zainuddin dimakamkan di sebelah makam Hayati.
3. Setting/latar
Latar dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka berlatar di daerah Minangkabau dan Makasar.

4. Sudut Pandang
Pada roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka menggunakan sudut pandang orang ketiga tunggal karena menyebutkan dan menceritakan secara langsung karakter pelakunya secara gamblang. Penggalan cerita pada roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka sebagai berikut :
“Mula-mula datang, sangatlah gembira hati Zainuddin telah sampai ke negeri yang selama ini jadi kenang-kenagannya.”(1986 :26)
5. Karakter
Pada roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka terdapat beberapa karakter di antaranya:
Karakter utama (mayor karakter, protagonis) adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang palaing banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Tokoh karakter utama yang ada dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka adalah tokoh Zainuddin, yang memiliki sopan santun dan kebaikan pada semua orang. Sedangkan yang lainnya yang menjadi tokoh protagonisnya adalah tokoh Hayati yang menjadi kekasih Zainuddin.
Penggalan cerita yang menunjukkan Zainuddin adalah karakter yang baik adalah:
“Zainuddin seorang yang terdidik lemah lembut, didikan ahli seni, ahli sya’ir, yang lebih suka mengalah untuk kepentingan orang lain”. (1986 : 27)
Karakter pendukung (minor karakter, antagonis) sosok tokoh antagonis dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka adalah tokoh Aziz, karena tokoh Aziz di sini mempunyai sikap yang kasar dan sering menyakiti istrinya, dan tidak mempunyai tanggung jawab dalam keluarga dan selalu berbuat kejahatan karena sering main judi dan main perempuan.
“…..ketika akan meninggalakan rumah itu masih sempat juga Aziz menikamkan kata-kata yang tajam ke sudut hati Hayati…..sial”. (181:1986)
Sedangkan yang menjadi karakter pelengkap adalah Muluk dan Mak Base karena keduanya adalah sosok yang bijak dan selalu berada di samping tokoh utama untuk memberi nasehat dan sangat setia menemani tokoh utama sampai akhir cerita.
6. Gaya Bahasa
Dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka menggunakan kalimat yang sangat kompleks karena menggunakan bahasa melayu yang baku. Seperti dalam penggalan cerita berikut ini:
“Lepaskan Mak, jangan bermenung juga,” bagaimana Mamak tidak akan bermenung, bagaimana hati mamak tidak akan berat………..” (1986 :22)
7. Amanat
Dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka mengandung nilai moral yang tinggi ini terlihat dari para tokoh yang ada seperti Zainuddin. Hal tersebut bisa kita lihat dari panggilan cerita berikut ini :
“Demikian penghabisan kehidupan orang besar itu. Seorang di antara Pembina yang menegakkan batu pertama dari kemuliaan bangsanya; yang hidup didesak dan dilamun oleh cinta. Dan sampai matipun dalam penuh cinta. Tetapi sungguhpun dia meninggal namun riwayat tanah air tidaklah akan dapat melupakan namanya dan tidaklah akan sanggup menghilangkan jasanya. Karena demikian nasib tiap-tiap orang yang bercita-cita tinggi kesenangannya buat orang lain. Buat dirinya sendiri tidak”. (1986:223)








BAB III
PENUTUP

3.1. Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data tentang roman Tenggelamnya Kapal Van
Der Wijck karya Hamka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Struktur roman terdiri dari tema, alur/plot, setting/latar, sudut pandang, karakter, gaya bahasa, dan amanat, di mana hubungan antar unsur dalam roman ini menunjukkan hubungan yang begitu padu sehinggga menghasilkan jalinan cerita yang sangat menarik.
2. Unsur religiusitas roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka mengandung aspek aqidah, syariah, dan akhlak yang tergambar dalam setiap perilaku tokoh yang dimainkan, di samping itu pengarang sendiri sebagai seorang agamawan yang begitu kental memasukkan unsur–unsur agama ke dalam roman ini.

Minggu, 11 April 2010

ketika mata saling bertemu dalam satu titik pertemuan,,
aku ingin kau melihat pelangi di bola mataku,,
agar kau tahu betapa berwarnanya perasaanku ,,
walau merahnya tak semerah darah,,
jingganya tak seperti langit,,
kuningnya tak secerah sinar mentari di pagi hari,,
hijaunya tak sesegar dedaunan yang berembun,,
birunya tak sebiru lautan,,
nilanya tak semanis nila aslinya,,
dan ungunya sedukit memudar....
tapii kesemua warna itu dapat mewakili perasaanku padamu,,

ingin rasanya nanti aku bercerita panjang padamu,,
tentang aku yang melulu menangis karena menahan rindu padamu,,
tentang kamu yang selalu hadir dalam setiap episode mimpi di altar pembaringanku,,
tentang kita yang tak pernah bersua,,
aku ingin,,
aku ingin kita bertemu....

monday, April, 12 2010 . . . 13:10

Katanya sahabat . .

mau nulis aahhh . .
nulis-nulis ajah . .

katanya sahabat . .
tapii ko begituu iiaa . .
awal kenal,,
nice person lah,, ramah,, lembut tutur kata.e,,
yaaa . . sukaa lah,,
manis juga orang.e,,

hemm...
lama berteman sudah 2 tahun lah,,
memang awal yg dingin,,
tpii yaa ramah jugaa seperti yang saya bilang di atas tadii..

lama komunikasii,,
hmm mungkin juga karena orang.e yg nice..
eeehhhh,,
hatii saya kecantol sama orang itu..

awal.e sihh saya fikir "biar saja rasa ini tumbuh,,"
yah mengalir lah....

soalnya orang itu juga kaya.e nice2 ajah sama saya..
tapii apa memang dy begitu kepada setiap teman.e..
saya juga lum dapet jawaba.e,,

tapii saya agak sedikit Ge.er loh...
akhir.e perasaan saya ya semakin kuat...

hmmm,,
yaa,, tau kan ..
mgkin kalo saya artikan perasaan saya inii
Cintaa,, sayang,, atau mungkin sekedar suka??
ahh,,
tapii untuk ungkapan "sekedar suka" mah sepertinya ga..

karena perasaan saya sudah mendarah daging,,
mengikutii aliran darah saya (Lebayyy)

tiba2..
saya fikir saya sudah terlalu cape iiaa untuk memendam.e..
akhir.e sedikit demi sedikit saya mengutarakannya di status...

eh..eh ..
mgkin dy merasa kalii..
pernah juga bales2an status,,
(tapii itu menurut saya) hehehe pede bgt saya inii..

yah sudahlah...

mgkin iiaa dy merasa ga nyaman sama perasaan saya..
padahal mah biasa ajah bung...
saya ga minta apa2 darii kamuu..

yah kaloo ada sedikit harapan sii waajar laahhh kaya ga pernah suka ma orang ajah..

tapii kalo ga suka atau ga nyaman ..
jgn dihiraukan..!!!
anggap ajah saya ini 1 darii ribuan (mgkin ribuan) darii fans kamuu.
anggaplah kamu artis .. dan saya fans.e...
dan saya ini gag berarti buat kamuu..
gituu ajah ko repot...

iiaa saya tauu,
kamuu cuma anggap saya Sahabat...

eh,, tapii ko sahabat begitu sih...??
bukan.e saya mau tau kontak kamuu,,
tapii masa sahabat ga punya kontak.e siihh(haha padahal saya emang mau)

ehh.. tapii kaloo saya mau saya bisaa sih punya ituu...
dan memang sudah punya kaliiii.....
tapii yang saya mau..
darii kamu langsung..!!!!
udah itu ajah cukup ko....!!!!

gitu ajah ko repot siihh??

eehh..ehhhh...
mgkin dy terganggu kalii sama pesan2 darii saya..???
atau mgkin dy fkir "takut dy memberi harapan"
HELLLLLOOOOO.....
pede sekalii iiaa dy... klo alasan.e sepertii ituu....

aaahhhh,,
saya gag tau apa maksud.e,,,
yang jelas saya kecewaaa...!!!!!!!!!! 100% ini mah....

padahal kamu gag usah sepertii itu kalii,,
kalo kamu merasa saya ini mengganggu kamuu..
tinggal bilang saja...
gitu ajah ko repot...

Nantii saya akan menjauh,,,
yg penting saya meu kamu memberi itu lgsung darii kamu...!!

ahhhh,, kamu ini kadang buat saya kesal bngt sama kamuu,,
kadang buat saya membenci kamu,,,
kadang rindu banget sampe setengah matii kaya D'Masiv...
kadang muak sama kamuu...
perasaan saya bisa berubah2 sama kamu..
tapi satu yang tidak berubah..
bahwa Saya Cinta Sama Kamuu....

heeeeyyyy,,
gag usah dijawab,,
saya gag minta kooo...
cukup kamu tau ajah...

kalo saya bilang saya menyesasl sama kamuu..??
gag koo..
mengenalmu,, anugrah buat aku dari Allah...

ituu ajah masalah.e siihhh....

huuuuhhhhhh . . .

Senin, 02 November 2009

guru dan murid.e

Wanata:Guru.. Dgrkn kgundhn muridmu ini..
Guru:luapknlah kgundhnmu nak..
Ap yg trjdi dgn mu?
Wanata:aq bngung gru,
Bnyk 0rg mengagungkn cnta, memuja2 cnta,krn ia tlah mmbrikn kbhgian pda typ manusia,
Tp tdk dgnku gru.. Ya! Aku mmang mngagungkn cnt
Tp keagunganku brubh kbncian.. Aku bnci cnta guru..!!
Guru:ya, mrka tdk slah mengagungkn cnt,krn mrka sdang buta dlm kbhgiaan cnta..
Knp kw mmbnci cnta?bkn kah cnta mnjdi hrpan n inspirasi untk insan dbumi,, dgn cnta hdup trsa indah? Tak shrus.e kw mmbnci cnta,krna kw msh trlalu muda untk mmaknai arti cnta..
Cnta yg kw bnci adlh bkn cnta ssnggh.e, tp cnt semu.. Cnt ssnggh.e bru kw rsakan ktka iktn cntamu tlah d
Abdikan dlm jnji suci ddpan pnghulu,dgn mlakukn ijb n k0bul.. Jdi,sgt tak
Pntas jk kw mrasakan kbncian thd cnt,sdg kw blum mrasakn ap yg dnamakan cnta abdi..
Wanata:tp guru,
Aku tw btul ap yg kurasakn ni adlh cnt..
Cnt yg sllu mnykitiku,
Aq slalu mncntai 0rg yg tdk mncntaiku,aqu sllu mmendm rsa cnt tnp mngungkpkn.e,,
Aq bnc dgn keadaan ni..
Guru:lalu knp kw mmbnci cnt?
Kw tw arti cnt?
Jk kw mncntai ss0rg,mliht.e bhgia,kw pun bhgia,mlht.e brsedh kw pun ikt brsdh,mlht.e trluka,kw pun mrsakan luka.e.. Dan km pun tak tw knp kw mnyyangi.e.. Ingt nak,
Pda hakikt.e cnt tak hrz mmlki..
Wlw kdg hsrat ingn mmlki bgtu kuat..
Nmun jk kw brsikeras mmliki.e, itu bkn cnt, tp ambisi..
Wanata:y guru,tp aq bnci pd driku sndri.. Ak slalu slah mmilih 0rg yg ku cntai.
Guru:cnt tak mngenal sypapun yg akn ddtngi.e.. Cnt dpt tmbh kpn sja,dmn sja,n pd siapa sj..
Wanata: skali lg ku ktakan guru,
AKU B0SAN DGN HDUPKU GURU.. Penat dgn keadaan ini..
Kpan dunia ni akn brakhr?
At0 aq yg hrz lbh dlu brakhr?ktakan guru?
Guru:kau slah bsar jika brfikir sprt itu. . Itu fikiran bd0h.. Prcyalah nak, kw akn dptkan kbhgiaan dr kt cnta.. Skrg mgkn bkn wkt.e.. Ingt nak., kw tak b0lh lp pda ALLAH maha sgala pemilik cnt dslurh alam.. Knp kw mncntai makhluk ciptaan.e?sdg kaw lp pd cnta Pda Pencipta.e?
Sjak kw dlm alam rhim,
Jd0hmu,rzqimu,n umurmu n sgla yg mnygkut hdp mu tlah dtiupkan 0leh-Nya,tlah dttapkn 0lh.e..
Tgsmu skrg,
Jlnilah hdpmu dgn kgiatn yg brmnfaat,ingt slalu bhw ap yg kw lakukn ddunia ni akn dprtnykan kelak..
Hadapi lah smua yg trjdi dlm hdpmu dgn ht tnang n gmbra.. Tnggu lah rencna2 indh dr Allah untk khdpnmu.. Skrg kw bkn tak mmilki cnta, hny sja skrg kw blum di izinkn untk mrasakn.e, krna msh bnyk cita yg hrz kw gapai.. Allah pny cinta yg trindh untkmu dbbrapa wkt yg akn dtng..
Wanata: terima kash guru.. Ya.. Tuhan.. Tuhan.. Aq trlalu lupa pda-NYA.. Tuhan yg mmliki sgla cnt yg ad d jagad raya.. Aq akn ikuti ap yg kw ucpkn tdi kpdaku.. Ya Allah .. Maafkn aq yg tlah ragu pda cnta-Mu,
Aq hny tak ingn mnjdi mnusia yg mskn cnta,
Namun skrg.. Htiku tlah dprkaya 0leh cnta-Mu.. Allahu akbar..
(Si murid pun mncium tngan Sang guru,kmudian brlari2 mnju pdang ilalang,,)
Sang ibu guru yg wjah.e tlah sdkit mngerut hny trsnyum pda ank wanita yg usia.e mengnjak 20thn tsb..


140709 eni h0me (Tasik) ,, 15:35,, dtmani S0rg wnita paruh bya yg ku sbut Eni..